Minggu, 16 Juni 2013

FAKTOR-FAKTOR YANG BERKONTRIBUSI TERHADAP STATUS GIZI PADA BALITA DI KECAMATAN CIAWI KABUPATEN TASIKMALAYA

FAKTOR-FAKTOR YANG BERKONTRIBUSI TERHADAP STATUS GIZI PADA BALITA DI KECAMATAN CIAWI KABUPATEN TASIKMALAYA

ABSTRAK
            Kurang energi protein atau gizi kurang merupakan salah satu penyakit gangguan gizi yang pentng di Indonesia maupun di banyak negara berkembang lainnya. Kurang energi protein adalah suatu keadaan dimana berat badan anak kurang dari 80% indeks berat badan  menurut umur (BB/U) baku WHO-NCHS yang disebabkan oleh kurangnya zat gizi karbohidrat dan kekurangan protein disertai susunan hidangan yang tidak seimbang. Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptip kuantitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah keluarga yang memiliki balita di Desa Ciawi Kabupaten Tasikmalaya. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 50 responden dengan teknik pengambilan sampel adalah dengan accidental sampling. Data dikumpulkan dengan teknik wawancara terstruktur, angket dan food recall dan kemudian dianalisa dengan menggunakan rumus presentasi dan proporsi. Hasil penelitian menunjukkan faktor yang memiliki kontribusi terhadap gizi kurang pada anak adalah riwayat penyakit infeksi, tingkat pengetahuan ibu yang kurang, tingkat sosal ekonomi keluarga yang rendah, dan asupan kalori serta protein yang kurang, sedangkan faktor yang kepercayaan ibu terhadap makanan (100%) memiliki kepercayaan yang tidak berkontribusi terhadap status gizi terhadap balita. Berdasarkan hasil penelitian diatas maka disarankan agar semua pihak dan peran perawat sangat penting untuk upaya pembinaan dan pemberrdayaan keluarga yag memiliki resiko gizi kurang pada anak. Pemberdayaan dan pembinaan keluarga ini dapat dilakukan oleh puskesmas setempat dengan melibatkan perawat kesehatan komuntas. Selain itu perlu dilakukan diseminasi informasi tentang gizi untuk meningkatkan pengetahuan keluarga khususnya ibu tentang asupan nutrisi, cara pengolahan dan pemilihan bahan makanan yang baik pada anak, dan perlu dilakukan promotif dan preventif untuk mengurangi angka penyakit infeksi melalui revitalisasi posyandu dengan cara meningkatkan partisipasi masyarakat untuk menggunakan posyandu sebagai pusat kesehatan dan sumber informasi kesehatan.
PENDAHULUAN
Peran perawat sangatlah penting untuk kesehatan masyarakat, karena keinginan hidup menjadi sehat, bisa melebihi keinginan apapun. Banyak masyarakat yang berkorban atau merelakan hartanya demi mendapatkan kesehatan.
Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia yang berkelanjutan. Visi pembangunan kesehatan di indonesia adalah mewujudkan indonesia sehat, dan sesuai dengan target MDGS 2015 (Millenium Develoment Goals) adalah menurunkan angka kematian bayi (AKB), angka kematian balita (AKABA) angka kematian anak (AKA).
Angka kematian bayi, balita dan anak merupakan salah satu indikator kesehatan yang sangat mendasar, dan status gizi merupakan faktor utama yang berpengaruh terhadap peningkatan atau penurunan angka kematian bayi, balita dan anak. Gizi pada balita terutama diperlukan untuk mendukung pertumbuhan dan  perkembangannya. Kurang terpenuhinya gizi pada anak akan menghambat sintesis protein DNA sehingga menyebabkan terhambatya pembentukan sel otak yang selanjutnya akan menghambat perkembangan otak. Jika hal ini terjadi setelah masa divisi sel otak berhenti, hambatan sintesis protein akan menghasilkan otak dengan jumlah sel yang normal tetapi dengan ukuran yang lebih kecil. Namun perubahan  kedua ini dapat hilang kembali dengan perbaikan nilai.
Masalah gizi yang utama di indonesia adalah kurang energi protein (KEP), kekurangan vitamin A (KVA), anemia gizi besi serta gangguan akibat kekurangan iodium (GAKI). Dari keempat masalah gizi tersebut, KEP merupakan penyebab kesakitan dan juga sekaligus penyebab kematian (Depkes RI, 1997). Berdasarkan hasil sementara SP 2000, diperkirakan jumlah penderita gizi buruk pada balita adalah 1.520.000 anak dan 4.940.000 anak dengan gizi kurang.  Masih tingginya prevalensi gizi kurang pada anak balita disebabkan berbagai faktor diantaranya masih tingginya angka berat badan lahir rendah pada bayi (BBLR). Akibat dari BBLR dan gizi kurang pada balita akan menghasilkan masalah lanjutan pada pertumbuhan tinggi badan anak baru masuk sekolah (TBABS).
Kabupaten tasikmalaya merupakan salah satu kabupaten dengan jumlah balita penderita gizi buruk dan gizi kurang cukup significant. Menurut kepala dinas kesehatan dr. Oki Zulkifli, pada tahun 2007 sebanyak 16.386 balita yang tersebar di 39 kecamatan telah dinyatakan mengalami kekurangan gizi. Tragisnya, dari jumlah itu sebanyak 1.097 balita masuk pada kategori gizi buruk. Data dinas kesehatan kabupaten tesikmalaya menyebutkan, mulai tahun 2001 hingga 2006 jumlah penderita gizi buruk di kabupaten tasikmalaya terus meningkat. Pada 2001, dari 128.164 balita yang ditimbang, sebanyak, 647 di antaranya mengalami gizi buruk dan jumlah itu meningkat pada 2002, yakni menjadi 737 dari jumlah balita yang ditimbang sebanya 131.794. jumlah balita yang mengalami gizi buruk melambung tinggi pada tahun 2003, yakni mencapai 849 balita dari jumlah bayi yang ditimbang sebanyak 104.859, namun angka itu sempat mengalami penurunan secara drastis pada tahun 2004 yakni 541 balita dari 142.008 balita di timbang. Namun, jumlah itu kembali melambung pada 2006, yaitu mencapai 1.097 balita dari 148.816 balita yang ditimbang. Variabel dalam penelitian ini merupakan variabel univariat dengan sub variabel sebagai berikut :
1.      Asupan nutrisi pada balita
2.      Penyakit infeksi yang diderita oleh balita
3.      Pengetahuan ibu tentang gizi dan balita
4.      Keyakinan ibu tentang mekanan dan balita
5.      Mengidentifikasi tingkat sosial ekonomi keluarga balita.



METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif kuatitatif dengan menggunakan waktu bulan Agustus 2008. Sampel dalam penelitian ini adalah 50 orang balita dengan gizi kurang dan 32 orang gizi buruk. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menanyakan langsung pada ibu (responden) yang mempunyai anak balita, pengukuran antropometrik BB dan TB. Untuk menanyakan langsung pada ibu menggunakan dua cara. Wawancara dilakukan dengan mengidentifikasi critical point untuk mendekatkan data tentang penyakit infeksi, kepercayaan ibu terhadap makanan tertentu dan tingkat penghasilan keluarga dan pengetahuan keluarga tentang nutrisi. Selain itu untuk mendapatkan informasi tentang asupan nutrisi digunakan food recall.
1.      Faktor penyakit infeksi menggunaka wawancara terstruktur dengan dua jenis pertanyaan ordinal (positif dan negatif).
2.      Faktor kepercayaan ibu terhadap makanan menggunakan wawancara terstruktur dengan 5 pertanyaan yang meliputi kepercayaan-kepercayaan yang berasal dari kebiasaan yang beredar di masyarakat dengan dua item jawaban (ya/tidak).
3.      Faktor sosial ekonomi keluarga menggunakan pengolahan data sosial ekonomi keluarga dengan cara menghitung total skor dalam skala untuk tiap responden dijumlahkan.
4.      Faktor pengetahuan ibu tentang gizi digunakan wawancara terstruktur yang berisi pertanyaan untuk mengidentifikasi pengetahuan ibu tentang gizi pada balita, kemudian diberi skor masing-masing jawaban yang dipilih oleh responden, dan diberi nilai 1 (satu) bila jawaban benar dan nilai 0 (nol) bila jawaban salah.
5.      Faktor asupan nutrisi dalam penelitian ini adalah asupan nutrisi pada balita di tinjau dari jumlah makanan yang dikonsumsi selama tiga hari.

PEMBAHASAN
Perawatan kesehatan masyarakat adalah perpaduan antara keperawatan dan kesehatan masyarakat dengan dukungan peran perawat yang aktif kepada masyarakat yang mengutamakan pelayanan promotif dan preventif secara berkesinambungan tanpa mengabaikan pelayanan kuratif dan rehabilatif secara menyeluruh dan terpadu terhadap individual, keluarga, kelompok dan komunitas. Peran perawat terhadap kesehatan masyarakat untuk meningkatkan fungsi kehidupan kesehatan masyarakat yang optimal serta mandiri dalam upaya kesehatan masyarakat. Menurut WHO Perkesmas merupakan lapangan perawatan khusus yang merupakan gabungan keterampilan ilmu keperawatan, ilmu kesehatan masyarakat dan bantuan sosial dari program kesehatan masyarakat secara keseluruhan guna meningkatkan kesehatan, penyempurnaan kondisi sosial, perbaikan lingkungan fisik, dan masalah kesehatan yang dihadapi masyarakat secara keseluruhan.
Dalam penelitian ini diketahui bahwa seluruh anak dengan gizi kurang. Anak yang kurang asupan nutrisinya maka akan mengakibatkan daya tahan tubuh menurun sehingga mudah terkena penyakit infeksi.
Dalam bagian ini penulis akan menyajikan hasil penelitian yang dilakukan di Puskesmas Ciawi kabupaten Tasikmalaya pada bulan Agustus 2008. Pembahasan meliputi gambaran faktor-faktor yang berkontribusi dengan status gizi kurang pada anak balita yaitu :
1.      Perkembangan tentang gizi
Pengetahuan orangtua terutama ibu, tentang gizi sangat berpengaruh terhadap tingkat kecukupan gizi yang diperoleh oleh balita. Peran perawat dalam memberikan pengetahuan terhadap masyarakat dengan memberika pengetahuan gizi yang penting diketahui oleh ibu adalah berkaitan dengan kandungan makanan, cara pengolahan makanan, kebersihan makanan dan lain-lain. Perawat memberikan pengetahuan kepada orangtua perlu memahami pengetahuan tentang gizi, terutama yang berkaitan dengan zat-zat yang dikandung dalam makanan, menjaga kebersihan makanan, waktu pemberian makan dan lain-lain, sehingga pengetahuan  yang baik akan membantu ibu atau orangtua dalam menentukan pilihan kualitas dan kuantitas makanan yang di berikan kepada balit.
2.      Tingkat sosial ekonomi keluarga
Dari hasil penelitian didapatkan data bahwa pada anak yang status gizinya kurang, 88% diantaranya berasal dari keluarga dengan tingkat sosial ekonomi yang rendah. Hal ini sesuai dengan laporan Oda Advisory Committee on Protein pada tahun 1974, bahwa kemiskinan merupakan dasar penyakit KEP, demikian juga UNICEF (1990) menyatakan bahwa rendahnya tingkat sosial ekonomi merupakan akar permasalahan dari KEP.
Kondisi status sosial ekonomi dapat dipakai sebagai alat ukur untuk menilai tingkat pemenuhan kebutuhan dasar (Widodo, 1990). Status sosial ekonomi keluarga dapat di lihat dari pendapatan dan pengeluaran keluarga. Keadaan status ekonomi yang rendah mempengaruhi pola keluarga, baik untuk konsumsi makanan maupun bukan makanan. Status sosial ekonomi keluarga akan mempengaruhi kualitas konsumsi makanan, karena hal ini berkaitan dengan daya beli keluarga. Keluarga dengan status sosial ekonomi rendah kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pangan terbatas, sehingga akan mempengaruhi konsumsi makanan. Asupan nutrisi yang rendah dan terdapatnya penyakit infeksi pada anak balita dalam penelitian ini paling dominan disebabka oleh rendahnya kemampuan keluarga untuk membeli bahan makanan yang memenuhi standar gizi dan untuk pemenuhan kebutuhan yang berkaitan dengan kesehatan. Sesuai denga pernyataan Effendi (1998), status ekonomi rendah erat kaitannya dengan kemampuan orang untuk memenuhi kebutuhan gizi, perumahan yang sehat, pakaian dan kebutuhan lain yang berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan.

3.      Kepercayaan Ibu terhadap makanan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor kepercayaan ibu terhadap makanan tidak berkontribusi terhadap kejadian gizi kurang pada anak. Perawat harus bisa berkomunikasi terhadap ibu balita tersebut dan memberikan penjelasan tentang pentingnya makanan yang mengandung banyak protein dan gizi sangat bagus untuk balita yang sedang memproses masa pertumbuhan. Sebagai perawat juga harus bernegosiasi denga kepercayaan Ibu dan keluarga tentang kepercayaan yang di percayai. Kepercayaan bisa timbul dari agama atau kebiasaan yang turun menurun. Kepercayaan yang berasal dari agama sulit untuk di ubah, sedangkan yang berasal dari kebiasaan turun temurun masih dapat diatasi dengan pendidikan kesehatan yang baik. Haryanti (2005) juga menyatakan bahwa masalah gizi di Indonesia disebabkan oleh pola konsumsi pangan yang salah, dan diantaranya adalah distribusi makanan di masyarakat yang mempunyai kebiasaan dan beranggapan bahwa seorang ayah mempunyai prioritas utama atas jumlah dan jenis makanan utama dalam keluarga, dan prasangka atau kepercayaan yang buruk pada bahan makanan tertentu. Anak yang seharusnya menjadi prioritas justru terabaikan karena ayah lebih didahulukan untuk mengkonsumsi makanan yang bernilai baik, baik dari sisi kualitas maupun kuantitasnya, juga ada patangan terhadap makanan tertentu karena kebiasaan yang salah, sehingga zat makanan yang seharusnya dibutuhkan bagi anak-anak untuk pertumbuhan dan perkembangannya justru tidak diberikan sehingga akan mengganggu proses tumbuh kembang anak.
Namun dalam kenyataanya, pada hasil penelitian ini, anak dari ibu dengan kepercayaan yang baik terhadap makana memiliki status nutrisi yang kurang. Sehingga dari data ini dapat diketahui bahwa ada faktor lain yang lebih berkontribusi terhadap status gizi anak. Ibu yang kepercayaanya baik tetapi kondisi status sosial ekonominya kurang akan mengakibatkan ibu tidak mampu memenuhi kebutuhan pangan bagi anaknya.
Untuk mengatasi masalah tersebut maka dibutuhkan kerja sama antara pemerintah, tenaga kesehatan dan masyarakat. Untuk solusi jangka panjang, pemerintah perlu memikirkan tentang peningkatan kesejahteraan rakyat, karena masalah gizi kurang sebenarnya berakar pada masalah perekonomian, misalnya dengan cara meningkatkan jiwa enterpreunership masyarakat, sehingga masyarakat dapat kreatif untuk menciptakan lapangan kerja sendiri. Selain itu untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang gizi, kiranya perlu dilakukan upaya diseminasi informasi tentang gizi kepada masyarakat, misalnya melalui pendidikan kesehatan bagi ibu-ibu, atau bagi kader kesehatan dan melakukan revitalisasi posyandu sehingga posyandu dapat menjadi sumber informasi kesehatan yang adekuat bagi masyarakat.
Selain itu untuk mengantisipasi masalah asupan nutrisi perlu ditingkatkan perawat memberikan upaya penyuluhan gizi yang berkaitan dengan alternatif-alternatif makanan khususnya bagi keluarga yang kurang mampu sehingga ada makanan pengganti yang harganya lebih murah, serta pemberdayaan masyarakat untuk menjaga kebersihan lingkungannya karena gizi kurang juga dapat disebabkan oleh penyakit infeksi berasal dari kebersihan lingkungan yang tidak terjaga. Untuk mengatasi masalah ini diperlukan keterlibatan perawat komunitas untuk melakukan asuhan keperawatan pada keluarga yang memiliki masalah kesehatan anak terutama anak dengan gizi kurang, sehingga dapat dilakukan pembinaan keluarga yang diharapkan dapat meningkatkan derajat kesehatan keluarga tersebut.

SIMPULAN
Dari hasil penelitian didapatkan faktor yang memiliki kontribusi terhadap gizi kurang pada anak adalah riwayat penyakit infeksi, tingkat pengetahuan ibu yang kurang tinggkat sosial ekonomi keluarga yang rendah, dan asupan kalori serta protein yang kurang. Sedangkan faktor yang kepercayaan ibu terhadap makanan memiliki kepercayaan yang mendukung terhadap status gizi balita. jadi faktor kepercayaan ibu terhadap makanan tidak berkontribusi terhadap status gizi kurang pada balita. peran perawat dalam kesehatan masyarakat untuk meningkatkan status gizi terhadap masyarakat.

SARAN
Semua pihak terutamaa keluarga diharapkan berpartisipasi untuk meningkatkan upaya pencegahan terjadinya gizi kurang pada anak, diantaranya dengan pembinaandan pemberdayaan keluarga yang memiliki resiko gizi kurang pada anak. Pemberdayaan dan pembinaan keluarga ini dapat dilakukan oleh puskesmas setempat dengan melibatkan perawat kesehatan masyarakat.
Selain itu perlu dilakukan diseminasi informasi tentang gizi untuk mningkatkan pengetahuan keluarga khususnya ibu tentang asupan nutrisi, cara pengolahan dan pemilihan bahan makanan yang baik pada anak. Dengan cara meningkatkan partisipasi masyarakat untuk menggunaka posyandu sebagai pusatkesehatan dan sumber informasi kesehatan.

DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. 1992. Strategi Peningkatan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. Jakarta : Pusat Penyuluhan Kesehatan Masyarakat
Friedman, M.1998. Keperawatan Keluarga Edisi 3. Jakarta :EGC
Pudjiadi, S. 2003. Ilmu Gizi Klinis Pada Anak, Edisi ke-4. Jakarta. Balai Penerbit FKUI

Supariasa, dkk. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta : EGC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar