FAKTOR-FAKTOR
YANG BERKONTRIBUSI TERHADAP STATUS GIZI PADA BALITA DI KECAMATAN CIAWI
KABUPATEN TASIKMALAYA
ABSTRAK
Kurang energi protein atau gizi kurang merupakan salah
satu penyakit gangguan gizi yang pentng di Indonesia maupun di banyak negara
berkembang lainnya. Kurang energi protein adalah suatu keadaan dimana berat
badan anak kurang dari 80% indeks berat badan
menurut umur (BB/U) baku WHO-NCHS yang disebabkan oleh kurangnya zat
gizi karbohidrat dan kekurangan protein disertai susunan hidangan yang tidak
seimbang. Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptip kuantitatif.
Populasi dalam penelitian ini adalah keluarga yang memiliki balita di Desa
Ciawi Kabupaten Tasikmalaya. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 50
responden dengan teknik pengambilan sampel adalah dengan accidental sampling.
Data dikumpulkan dengan teknik wawancara terstruktur, angket dan food recall
dan kemudian dianalisa dengan menggunakan rumus presentasi dan proporsi. Hasil
penelitian menunjukkan faktor yang memiliki kontribusi terhadap gizi kurang
pada anak adalah riwayat penyakit infeksi, tingkat pengetahuan ibu yang kurang,
tingkat sosal ekonomi keluarga yang rendah, dan asupan kalori serta protein
yang kurang, sedangkan faktor yang kepercayaan ibu terhadap makanan (100%)
memiliki kepercayaan yang tidak berkontribusi terhadap status gizi terhadap
balita. Berdasarkan hasil penelitian diatas maka disarankan agar semua pihak
dan peran perawat sangat penting untuk upaya pembinaan dan pemberrdayaan
keluarga yag memiliki resiko gizi kurang pada anak. Pemberdayaan dan pembinaan
keluarga ini dapat dilakukan oleh puskesmas setempat dengan melibatkan perawat
kesehatan komuntas. Selain itu perlu dilakukan diseminasi informasi tentang
gizi untuk meningkatkan pengetahuan keluarga khususnya ibu tentang asupan
nutrisi, cara pengolahan dan pemilihan bahan makanan yang baik pada anak, dan
perlu dilakukan promotif dan preventif untuk mengurangi angka penyakit infeksi
melalui revitalisasi posyandu dengan cara meningkatkan partisipasi masyarakat
untuk menggunakan posyandu sebagai pusat kesehatan dan sumber informasi
kesehatan.
PENDAHULUAN
Peran perawat sangatlah
penting untuk kesehatan masyarakat, karena keinginan hidup menjadi sehat, bisa
melebihi keinginan apapun. Banyak masyarakat yang berkorban atau merelakan
hartanya demi mendapatkan kesehatan.
Tujuan utama
pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia yang
berkelanjutan. Visi pembangunan kesehatan di indonesia adalah mewujudkan
indonesia sehat, dan sesuai dengan target MDGS 2015 (Millenium Develoment
Goals) adalah menurunkan angka kematian bayi (AKB), angka kematian balita
(AKABA) angka kematian anak (AKA).
Angka kematian bayi,
balita dan anak merupakan salah satu indikator kesehatan yang sangat mendasar,
dan status gizi merupakan faktor utama yang berpengaruh terhadap peningkatan atau
penurunan angka kematian bayi, balita dan anak. Gizi pada balita terutama
diperlukan untuk mendukung pertumbuhan dan
perkembangannya. Kurang terpenuhinya gizi pada anak akan menghambat
sintesis protein DNA sehingga menyebabkan terhambatya pembentukan sel otak yang
selanjutnya akan menghambat perkembangan otak. Jika hal ini terjadi setelah
masa divisi sel otak berhenti, hambatan sintesis protein akan menghasilkan otak
dengan jumlah sel yang normal tetapi dengan ukuran yang lebih kecil. Namun
perubahan kedua ini dapat hilang kembali
dengan perbaikan nilai.
Masalah gizi yang utama
di indonesia adalah kurang energi protein (KEP), kekurangan vitamin A (KVA),
anemia gizi besi serta gangguan akibat kekurangan iodium (GAKI). Dari keempat
masalah gizi tersebut, KEP merupakan penyebab kesakitan dan juga sekaligus
penyebab kematian (Depkes RI, 1997). Berdasarkan hasil sementara SP 2000,
diperkirakan jumlah penderita gizi buruk pada balita adalah 1.520.000 anak dan
4.940.000 anak dengan gizi kurang. Masih
tingginya prevalensi gizi kurang pada anak balita disebabkan berbagai faktor
diantaranya masih tingginya angka berat badan lahir rendah pada bayi (BBLR).
Akibat dari BBLR dan gizi kurang pada balita akan menghasilkan masalah lanjutan
pada pertumbuhan tinggi badan anak baru masuk sekolah (TBABS).
Kabupaten tasikmalaya
merupakan salah satu kabupaten dengan jumlah balita penderita gizi buruk dan
gizi kurang cukup significant. Menurut kepala dinas kesehatan dr. Oki Zulkifli,
pada tahun 2007 sebanyak 16.386 balita yang tersebar di 39 kecamatan telah
dinyatakan mengalami kekurangan gizi. Tragisnya, dari jumlah itu sebanyak 1.097
balita masuk pada kategori gizi buruk. Data dinas kesehatan kabupaten
tesikmalaya menyebutkan, mulai tahun 2001 hingga 2006 jumlah penderita gizi
buruk di kabupaten tasikmalaya terus meningkat. Pada 2001, dari 128.164 balita
yang ditimbang, sebanyak, 647 di antaranya mengalami gizi buruk dan jumlah itu
meningkat pada 2002, yakni menjadi 737 dari jumlah balita yang ditimbang
sebanya 131.794. jumlah balita yang mengalami gizi buruk melambung tinggi pada
tahun 2003, yakni mencapai 849 balita dari jumlah bayi yang ditimbang sebanyak
104.859, namun angka itu sempat mengalami penurunan secara drastis pada tahun
2004 yakni 541 balita dari 142.008 balita di timbang. Namun, jumlah itu kembali
melambung pada 2006, yaitu mencapai 1.097 balita dari 148.816 balita yang
ditimbang. Variabel dalam penelitian ini merupakan variabel univariat dengan
sub variabel sebagai berikut :
1.
Asupan nutrisi pada balita
2.
Penyakit infeksi yang diderita oleh
balita
3.
Pengetahuan ibu tentang gizi dan balita
4.
Keyakinan ibu tentang mekanan dan balita
5.
Mengidentifikasi tingkat sosial ekonomi
keluarga balita.
METODE
PENELITIAN
Jenis penelitian yang
digunakan adalah deskriptif kuatitatif dengan menggunakan waktu bulan Agustus
2008. Sampel dalam penelitian ini adalah 50 orang balita dengan gizi kurang dan
32 orang gizi buruk. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah menanyakan langsung pada ibu (responden) yang mempunyai anak balita,
pengukuran antropometrik BB dan TB. Untuk menanyakan langsung pada ibu
menggunakan dua cara. Wawancara dilakukan dengan mengidentifikasi critical
point untuk mendekatkan data tentang penyakit infeksi, kepercayaan ibu terhadap
makanan tertentu dan tingkat penghasilan keluarga dan pengetahuan keluarga
tentang nutrisi. Selain itu untuk mendapatkan informasi tentang asupan nutrisi
digunakan food recall.
1.
Faktor penyakit infeksi menggunaka
wawancara terstruktur dengan dua jenis pertanyaan ordinal (positif dan
negatif).
2.
Faktor kepercayaan ibu terhadap makanan
menggunakan wawancara terstruktur dengan 5 pertanyaan yang meliputi
kepercayaan-kepercayaan yang berasal dari kebiasaan yang beredar di masyarakat
dengan dua item jawaban (ya/tidak).
3.
Faktor sosial ekonomi keluarga
menggunakan pengolahan data sosial ekonomi keluarga dengan cara menghitung
total skor dalam skala untuk tiap responden dijumlahkan.
4.
Faktor pengetahuan ibu tentang gizi
digunakan wawancara terstruktur yang berisi pertanyaan untuk mengidentifikasi
pengetahuan ibu tentang gizi pada balita, kemudian diberi skor masing-masing
jawaban yang dipilih oleh responden, dan diberi nilai 1 (satu) bila jawaban
benar dan nilai 0 (nol) bila jawaban salah.
5.
Faktor asupan nutrisi dalam penelitian
ini adalah asupan nutrisi pada balita di tinjau dari jumlah makanan yang
dikonsumsi selama tiga hari.
PEMBAHASAN
Perawatan kesehatan
masyarakat adalah perpaduan antara keperawatan dan kesehatan masyarakat dengan
dukungan peran perawat yang aktif kepada masyarakat yang mengutamakan pelayanan
promotif dan preventif secara berkesinambungan tanpa mengabaikan pelayanan
kuratif dan rehabilatif secara menyeluruh dan terpadu terhadap individual,
keluarga, kelompok dan komunitas. Peran perawat terhadap kesehatan masyarakat
untuk meningkatkan fungsi kehidupan kesehatan masyarakat yang optimal serta
mandiri dalam upaya kesehatan masyarakat. Menurut WHO Perkesmas merupakan
lapangan perawatan khusus yang merupakan gabungan keterampilan ilmu
keperawatan, ilmu kesehatan masyarakat dan bantuan sosial dari program kesehatan
masyarakat secara keseluruhan guna meningkatkan kesehatan, penyempurnaan
kondisi sosial, perbaikan lingkungan fisik, dan masalah kesehatan yang dihadapi
masyarakat secara keseluruhan.
Dalam penelitian ini
diketahui bahwa seluruh anak dengan gizi kurang. Anak yang kurang asupan
nutrisinya maka akan mengakibatkan daya tahan tubuh menurun sehingga mudah
terkena penyakit infeksi.
Dalam bagian ini
penulis akan menyajikan hasil penelitian yang dilakukan di Puskesmas Ciawi
kabupaten Tasikmalaya pada bulan Agustus 2008. Pembahasan meliputi gambaran
faktor-faktor yang berkontribusi dengan status gizi kurang pada anak balita
yaitu :
1. Perkembangan tentang gizi
Pengetahuan
orangtua terutama ibu, tentang gizi sangat berpengaruh terhadap tingkat
kecukupan gizi yang diperoleh oleh balita. Peran perawat dalam memberikan
pengetahuan terhadap masyarakat dengan memberika pengetahuan gizi yang penting
diketahui oleh ibu adalah berkaitan dengan kandungan makanan, cara pengolahan
makanan, kebersihan makanan dan lain-lain. Perawat memberikan pengetahuan
kepada orangtua perlu memahami pengetahuan tentang gizi, terutama yang
berkaitan dengan zat-zat yang dikandung dalam makanan, menjaga kebersihan
makanan, waktu pemberian makan dan lain-lain, sehingga pengetahuan yang baik akan membantu ibu atau orangtua
dalam menentukan pilihan kualitas dan kuantitas makanan yang di berikan kepada
balit.
2. Tingkat sosial ekonomi keluarga
Dari
hasil penelitian didapatkan data bahwa pada anak yang status gizinya kurang,
88% diantaranya berasal dari keluarga dengan tingkat sosial ekonomi yang rendah.
Hal ini sesuai dengan laporan Oda Advisory Committee on Protein pada tahun
1974, bahwa kemiskinan merupakan dasar penyakit KEP, demikian juga UNICEF (1990)
menyatakan bahwa rendahnya tingkat sosial ekonomi merupakan akar permasalahan
dari KEP.
Kondisi
status sosial ekonomi dapat dipakai sebagai alat ukur untuk menilai tingkat
pemenuhan kebutuhan dasar (Widodo, 1990). Status sosial ekonomi keluarga dapat
di lihat dari pendapatan dan pengeluaran keluarga. Keadaan status ekonomi yang
rendah mempengaruhi pola keluarga, baik untuk konsumsi makanan maupun bukan
makanan. Status sosial ekonomi keluarga akan mempengaruhi kualitas konsumsi
makanan, karena hal ini berkaitan dengan daya beli keluarga. Keluarga dengan
status sosial ekonomi rendah kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pangan
terbatas, sehingga akan mempengaruhi konsumsi makanan. Asupan nutrisi yang
rendah dan terdapatnya penyakit infeksi pada anak balita dalam penelitian ini
paling dominan disebabka oleh rendahnya kemampuan keluarga untuk membeli bahan
makanan yang memenuhi standar gizi dan untuk pemenuhan kebutuhan yang berkaitan
dengan kesehatan. Sesuai denga pernyataan Effendi (1998), status ekonomi rendah
erat kaitannya dengan kemampuan orang untuk memenuhi kebutuhan gizi, perumahan
yang sehat, pakaian dan kebutuhan lain yang berkaitan dengan pemeliharaan
kesehatan.
3. Kepercayaan Ibu terhadap makanan
Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa faktor kepercayaan ibu terhadap makanan tidak
berkontribusi terhadap kejadian gizi kurang pada anak. Perawat harus bisa
berkomunikasi terhadap ibu balita tersebut dan memberikan penjelasan tentang
pentingnya makanan yang mengandung banyak protein dan gizi sangat bagus untuk
balita yang sedang memproses masa pertumbuhan. Sebagai perawat juga harus
bernegosiasi denga kepercayaan Ibu dan keluarga tentang kepercayaan yang di
percayai. Kepercayaan bisa timbul dari agama atau kebiasaan yang turun menurun.
Kepercayaan yang berasal dari agama sulit untuk di ubah, sedangkan yang berasal
dari kebiasaan turun temurun masih dapat diatasi dengan pendidikan kesehatan
yang baik. Haryanti (2005) juga menyatakan bahwa masalah gizi di Indonesia
disebabkan oleh pola konsumsi pangan yang salah, dan diantaranya adalah
distribusi makanan di masyarakat yang mempunyai kebiasaan dan beranggapan bahwa
seorang ayah mempunyai prioritas utama atas jumlah dan jenis makanan utama
dalam keluarga, dan prasangka atau kepercayaan yang buruk pada bahan makanan tertentu.
Anak yang seharusnya menjadi prioritas justru terabaikan karena ayah lebih
didahulukan untuk mengkonsumsi makanan yang bernilai baik, baik dari sisi
kualitas maupun kuantitasnya, juga ada patangan terhadap makanan tertentu
karena kebiasaan yang salah, sehingga zat makanan yang seharusnya dibutuhkan
bagi anak-anak untuk pertumbuhan dan perkembangannya justru tidak diberikan
sehingga akan mengganggu proses tumbuh kembang anak.
Namun
dalam kenyataanya, pada hasil penelitian ini, anak dari ibu dengan kepercayaan
yang baik terhadap makana memiliki status nutrisi yang kurang. Sehingga dari
data ini dapat diketahui bahwa ada faktor lain yang lebih berkontribusi
terhadap status gizi anak. Ibu yang kepercayaanya baik tetapi kondisi status
sosial ekonominya kurang akan mengakibatkan ibu tidak mampu memenuhi kebutuhan
pangan bagi anaknya.
Untuk
mengatasi masalah tersebut maka dibutuhkan kerja sama antara pemerintah, tenaga
kesehatan dan masyarakat. Untuk solusi jangka panjang, pemerintah perlu
memikirkan tentang peningkatan kesejahteraan rakyat, karena masalah gizi kurang
sebenarnya berakar pada masalah perekonomian, misalnya dengan cara meningkatkan
jiwa enterpreunership masyarakat, sehingga masyarakat dapat kreatif untuk
menciptakan lapangan kerja sendiri. Selain itu untuk meningkatkan pengetahuan
masyarakat tentang gizi, kiranya perlu dilakukan upaya diseminasi informasi
tentang gizi kepada masyarakat, misalnya melalui pendidikan kesehatan bagi
ibu-ibu, atau bagi kader kesehatan dan melakukan revitalisasi posyandu sehingga
posyandu dapat menjadi sumber informasi kesehatan yang adekuat bagi masyarakat.
Selain
itu untuk mengantisipasi masalah asupan nutrisi perlu ditingkatkan perawat
memberikan upaya penyuluhan gizi yang berkaitan dengan alternatif-alternatif makanan
khususnya bagi keluarga yang kurang mampu sehingga ada makanan pengganti yang
harganya lebih murah, serta pemberdayaan masyarakat untuk menjaga kebersihan
lingkungannya karena gizi kurang juga dapat disebabkan oleh penyakit infeksi
berasal dari kebersihan lingkungan yang tidak terjaga. Untuk mengatasi masalah
ini diperlukan keterlibatan perawat komunitas untuk melakukan asuhan
keperawatan pada keluarga yang memiliki masalah kesehatan anak terutama anak
dengan gizi kurang, sehingga dapat dilakukan pembinaan keluarga yang diharapkan
dapat meningkatkan derajat kesehatan keluarga tersebut.
SIMPULAN
Dari hasil penelitian
didapatkan faktor yang memiliki kontribusi terhadap gizi kurang pada anak
adalah riwayat penyakit infeksi, tingkat pengetahuan ibu yang kurang tinggkat
sosial ekonomi keluarga yang rendah, dan asupan kalori serta protein yang
kurang. Sedangkan faktor yang kepercayaan ibu terhadap makanan memiliki
kepercayaan yang mendukung terhadap status gizi balita. jadi faktor kepercayaan
ibu terhadap makanan tidak berkontribusi terhadap status gizi kurang pada
balita. peran perawat dalam kesehatan masyarakat untuk meningkatkan status gizi
terhadap masyarakat.
SARAN
Semua pihak terutamaa
keluarga diharapkan berpartisipasi untuk meningkatkan upaya pencegahan
terjadinya gizi kurang pada anak, diantaranya dengan pembinaandan pemberdayaan
keluarga yang memiliki resiko gizi kurang pada anak. Pemberdayaan dan pembinaan
keluarga ini dapat dilakukan oleh puskesmas setempat dengan melibatkan perawat
kesehatan masyarakat.
Selain itu perlu
dilakukan diseminasi informasi tentang gizi untuk mningkatkan pengetahuan
keluarga khususnya ibu tentang asupan nutrisi, cara pengolahan dan pemilihan
bahan makanan yang baik pada anak. Dengan cara meningkatkan partisipasi
masyarakat untuk menggunaka posyandu sebagai pusatkesehatan dan sumber
informasi kesehatan.
DAFTAR
PUSTAKA
Depkes RI. 1992.
Strategi Peningkatan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. Jakarta : Pusat
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat
Friedman, M.1998.
Keperawatan Keluarga Edisi 3. Jakarta :EGC
Pudjiadi, S. 2003. Ilmu Gizi Klinis Pada Anak, Edisi ke-4.
Jakarta. Balai Penerbit FKUI
Supariasa, dkk. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta : EGC